PERBANKAN

Percepatan Program Pemerintah Jadi Faktor Kunci Pertumbuhan Kredit Perbankan 2026

Percepatan Program Pemerintah Jadi Faktor Kunci Pertumbuhan Kredit Perbankan 2026
Percepatan Program Pemerintah Jadi Faktor Kunci Pertumbuhan Kredit Perbankan 2026

JAKARTA - PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan sepanjang 2026 akan membaik dibanding tahun sebelumnya. 

Peningkatan aktivitas fiskal pemerintah dianggap menjadi faktor utama yang dapat mendorong permintaan pembiayaan, baik untuk modal kerja maupun konsumsi rumah tangga.

Menurut Victor George Petrus Matindas, Kepala Biro Banking Research & Analytics BCA, tahun 2025 merupakan masa transisi. Sejumlah program pemerintah, mulai dari makan bergizi gratis hingga Koperasi Desa Merah Putih, diprediksi berjalan lebih cepat dan efektif pada 2026. 

“Belanja pemerintah itu akan jauh lebih baik tahun depan,” ujarnya.

Dengan percepatan program pemerintah, sektor perbankan diharapkan dapat merasakan efek positif, terutama dari meningkatnya kebutuhan masyarakat dan korporasi terhadap pembiayaan. 

Kredit modal kerja dan konsumsi rumah tangga diproyeksikan mengalami peningkatan karena stimulus fiskal dan program pemerintah yang lebih agresif.

Peran Pemerintah sebagai Katalis Pertumbuhan Kredit

Victor menekankan, percepatan belanja pemerintah menjadi katalis utama pertumbuhan kredit pada 2026. Stimulus fiskal yang lebih besar diproyeksikan mendorong konsumsi rumah tangga dan investasi, sehingga sektor perbankan akan mengalami peningkatan permintaan pembiayaan.

Peran pemerintah juga dianggap penting dalam menutup potensi pelemahan ekonomi eksternal. Kontribusi ekspor bersih (net export) diperkirakan tidak akan sekuat paruh kedua 2025, terutama jika perlambatan ekonomi China berlanjut dan ketidakpastian tarif global tetap tinggi. 

Dalam kondisi ini, belanja pemerintah yang tepat sasaran dapat meminimalkan dampak negatif dari sektor eksternal.

Selain itu, program-program pemerintah yang menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat, seperti Koperasi Desa Merah Putih, diperkirakan akan meningkatkan permintaan kredit di segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). 

Ini menjadi peluang bagi perbankan untuk memperluas pangsa pasar kredit yang inklusif dan berkelanjutan.

Kondisi Makroekonomi dan Proyeksi Rupiah

BCA memproyeksikan nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp16.800 per dolar AS pada 2026, mengikuti pola depresiasi alami sekitar 4–5% per tahun akibat perbedaan inflasi dan risiko negara. 

Skenario penguatan rupiah bisa terjadi apabila penurunan suku bunga The Fed berjalan sesuai rencana, sementara depresiasi lebih dalam dapat muncul jika neraca dagang melemah akibat tarif baru atau kenaikan impor seiring pemulihan konsumsi.

Faktor makroekonomi ini menjadi penting karena fluktuasi nilai tukar memengaruhi biaya modal bagi sektor usaha dan daya beli masyarakat. Dengan stabilitas rupiah yang relatif terjaga, perbankan diharapkan dapat menyalurkan kredit dengan risiko yang terkendali.

Penurunan BI Rate dan Dampaknya pada Kredit

Dengan turunnya BI rate tahun ini, efeknya diharapkan mulai terlihat pada bunga kredit tahun 2026. Victor menilai bank akan menyeimbangkan antara penyesuaian suku bunga dan pertumbuhan volume kredit untuk menjaga profitabilitas. “Kalau permintaan kredit kuat, NIM bisa tetap terjaga meski bunga turun,” jelasnya.

Penyesuaian ini penting agar perbankan tetap kompetitif tanpa mengorbankan margin keuntungan. Dengan kondisi ini, berbagai jenis kredit, termasuk modal kerja, KPR, KKB, dan pembiayaan usaha, diperkirakan tetap menarik bagi masyarakat maupun korporasi.

Fokus pada UMKM dan Inklusi Keuangan

BCA juga menekankan dukungan terhadap UMKM melalui kebijakan Bank Indonesia, yang menggabungkan skema rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM) ke dalam Kredit Likuiditas Mandiri (KLM). 

Insentif Giro Wajib Minimum (GWM) bagi bank yang meningkatkan porsi kredit UMKM dinilai cukup menarik dan dapat mendorong penyaluran pembiayaan secara nasional.

Selain itu, BCA menyiapkan program pendampingan untuk pelaku usaha kecil agar tetap bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi. Langkah ini menjadi bagian dari strategi memperluas inklusi keuangan sekaligus menjaga stabilitas sektor perbankan. 

Dengan pendampingan dan akses kredit yang lebih mudah, UMKM diharapkan dapat memanfaatkan peluang pasar lebih optimal, sekaligus berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Proyeksi Kredit Berdasarkan Aktivitas Ekonomi

Pertumbuhan kredit pada 2026 diperkirakan lebih kuat dibanding 2025 karena sejumlah faktor:

Percepatan belanja pemerintah, yang mendorong konsumsi dan investasi.

Stimulus fiskal lebih agresif, menambah likuiditas di masyarakat.

Pemulihan sektor properti dan infrastruktur, yang meningkatkan kebutuhan modal kerja.

Peningkatan kesadaran risiko korporasi dan rumah tangga, mendorong kebutuhan asuransi dan pembiayaan tambahan.

Meski optimisme tinggi, tantangan tetap ada, terutama terkait efektivitas transmisi kebijakan moneter dan ketahanan terhadap tekanan eksternal. Ketidakpastian global, seperti perlambatan ekonomi China dan risiko tarif perdagangan, tetap menjadi faktor yang harus diantisipasi.

Keseimbangan Antara Optimisme dan Tantangan

Secara keseluruhan, kombinasi faktor domestik dan kebijakan pemerintah menjadi fondasi optimisme ekonomi 2026. Pertumbuhan kredit diproyeksikan positif, dengan dukungan belanja pemerintah, stimulus konsumsi, dan pemulihan investasi.

Namun, efektivitas program-program pemerintah dan kemampuan sektor perbankan dalam menjaga keseimbangan antara penguatan domestik dan tekanan global menjadi penentu apakah proyeksi ini dapat terealisasi.

Victor menegaskan, keberhasilan program percepatan belanja pemerintah menjadi faktor kunci menjaga momentum pertumbuhan kredit. Sementara itu, BCA akan terus memantau penyaluran kredit, termasuk dukungan untuk UMKM, untuk memastikan pertumbuhan tetap sehat dan berkelanjutan.

Prospek pertumbuhan kredit 2026 terlihat positif namun menantang. Faktor utama yang memengaruhi antara lain:

Percepatan program pemerintah dalam belanja dan subsidi.

Stimulus fiskal yang mendorong konsumsi dan investasi.

Dukungan kebijakan Bank Indonesia untuk penyaluran kredit UMKM.

Stabilitas nilai tukar rupiah dan pengelolaan risiko global.

Dengan sinergi kebijakan fiskal, moneter, dan dukungan terhadap sektor usaha, pertumbuhan kredit diharapkan membaik, sekaligus menjadi indikator optimisme ekonomi nasional untuk tahun depan. 

Optimisme ini membawa peluang besar bagi perbankan dan masyarakat, terutama bagi pelaku UMKM dan rumah tangga yang memerlukan pembiayaan modal kerja maupun konsumsi.

Kunci keberhasilan terletak pada kecepatan dan efektivitas implementasi program pemerintah, serta kemampuan sektor perbankan dalam menyesuaikan suku bunga dan volume kredit sesuai kondisi pasar. 

Jika kombinasi ini berjalan baik, proyeksi pertumbuhan kredit 2026 dapat tercapai, mendukung pemulihan ekonomi Indonesia secara lebih menyeluruh.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index