Selain Korporasi Besar, Perusahaan Kecil Perlu Laporkan Lapkeu ke Kemenkeu?

Selain Korporasi Besar, Perusahaan Kecil Perlu Laporkan Lapkeu ke Kemenkeu?
Selain Korporasi Besar, Perusahaan Kecil Perlu Laporkan Lapkeu ke Kemenkeu?

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan tengah menyiapkan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 43/2025 mengenai pelaporan keuangan nasional. 

Peraturan ini bertujuan membangun sistem pelaporan yang terpusat, transparan, dan terstandar untuk seluruh entitas bisnis di Indonesia. Namun, muncul pertanyaan, apakah perusahaan kecil, termasuk UMKM, harus mengikuti ketentuan ini sama seperti korporasi besar?

Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menegaskan bahwa saat ini pemerintah masih menimbang kesiapan perusahaan kecil dalam menyusun dan melaporkan laporan keuangan (lapkeu) secara baik. Ia khawatir perusahaan kecil belum terbiasa dengan standar pelaporan yang berlaku, sehingga implementasi kebijakan ini harus dilakukan dengan hati-hati. “Yang saya takut kalau perusahaan kecil, tapi saya belum melihat,” ujar Purbaya.

Purbaya juga membantah anggapan bahwa pemusatan lapkeu di platform pemerintah bertujuan untuk memperketat pengawasan pajak. Menurutnya, PP 43/2025 saat ini masih menargetkan korporasi terbuka dan besar, yang memang sudah terbiasa menyusun laporan keuangan publik. Dengan kata lain, fokus utama peraturan ini adalah migrasi pelaporan lapkeu ke platform terpusat bagi korporasi besar, bukan pembebanan tambahan kepada usaha kecil yang baru belajar menyusun laporan keuangan.

Saat ini, perusahaan terbuka diwajibkan melaporkan ke sejumlah otoritas, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan publik bahkan memiliki kewajiban triwulanan untuk menyampaikan laporan keuangan yang dapat diakses publik. PP 43/2025 hanya mengintegrasikan pelaporan tersebut ke satu platform untuk mempermudah proses, bukan menambah beban baru.

Memperkuat Fondasi Tata Kelola Keuangan

Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan, Masyita Crystallin, menjelaskan bahwa PP 43/2025 disusun untuk memperkuat tata kelola keuangan nasional. Regulasi ini menetapkan peta jalan integrasi pelaporan keuangan, dengan target pelaku industri pasar modal paling lambat menerapkan migrasi lapkeu pada 2027.

Tujuan utama peraturan ini adalah menjadikan laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan dapat dijadikan rujukan andal. Baik bagi pengambilan keputusan korporasi maupun perumusan kebijakan publik, data yang tersentralisasi akan meningkatkan kualitas dan konsistensi informasi keuangan di seluruh sektor.

“PP ini mendorong terbentuknya ekosistem pelaporan keuangan yang saling terhubung, terstandar, dan konsisten di seluruh sektor, sehingga kualitas data keuangan nasional semakin meningkat,” ujar Masyita. Ia menambahkan bahwa ruang lingkup pengaturan meliputi mekanisme penyusunan, penyampaian, dan pemanfaatan laporan keuangan lintas sektor, baik di sektor jasa keuangan maupun sektor riil.

Platform Terpusat Pemerintah

Salah satu ketentuan utama PP 43/2025 adalah pembentukan Platform Bersama Pelaporan Keuangan (PBPK). PBPK akan berfungsi sebagai simpul integrasi data keuangan nasional, sehingga perusahaan tidak perlu melaporkan berulang kali ke berbagai otoritas.

Menurut Masyita, kehadiran PBPK juga mendukung pemerintah dalam merumuskan kebijakan fiskal yang lebih tepat sasaran. PBPK bertanggung jawab langsung kepada menteri yang menangani urusan keuangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (2).

Transformasi pelaporan keuangan melalui PBPK dirancang secara bertahap dan inklusif. Hal ini dimaksudkan agar semua pelaku usaha, termasuk UMKM, dapat beradaptasi tanpa mengurangi kualitas laporan. Dengan kata lain, perusahaan kecil tidak akan langsung dibebani kewajiban pelaporan penuh sebelum sistem dan kapasitas mereka siap.

Pendekatan Bertahap dan Inklusif

Pemerintah menerapkan lini masa transisi untuk pelaksanaan PP 43/2025. Sektor pasar modal diwajibkan melaporkan melalui PBPK paling lambat 2027, sementara sektor lainnya akan mengikuti tahapan implementasi sesuai kesiapan masing-masing industri. Koordinasi antara Kementerian Keuangan, kementerian/lembaga terkait, dan otoritas lain akan menentukan jadwal yang realistis.

Pendekatan bertahap ini mempertimbangkan kapasitas UMKM agar pelaporan tidak menjadi beban biaya maupun administratif. Tujuannya, setiap pelaku usaha dapat mengikuti peraturan secara wajar dan tetap menjaga kualitas data keuangan.

Dampak terhadap Investor dan Pasar

Dengan implementasi PBPK, pemerintah berharap laporan keuangan perusahaan akan menjadi fondasi kuat bagi stabilitas sektor keuangan. Investor akan mendapatkan data yang lebih akurat dan dapat dipercaya, integritas pasar akan terjaga, dan pengambilan keputusan berbasis data akan lebih mudah.

Selain itu, adanya platform terpusat akan mempermudah pemerintah dalam perumusan kebijakan fiskal dan pengawasan sektor keuangan tanpa menimbulkan beban administratif berlebih bagi perusahaan kecil. Sistem ini juga mendorong terciptanya ekosistem pelaporan keuangan yang saling terhubung dan transparan di semua sektor ekonomi.

PP 43/2025 bukan hanya soal kewajiban pelaporan, tetapi strategi membangun fondasi keuangan yang modern, terintegrasi, dan andal. Pemerintah menegaskan bahwa perusahaan kecil tidak akan langsung dibebani pelaporan penuh, sementara korporasi besar dan terbuka menjadi prioritas awal implementasi.

Pendekatan bertahap, inklusif, dan berbasis kesiapan ini diharapkan memudahkan UMKM beradaptasi, sekaligus memperkuat tata kelola keuangan nasional secara keseluruhan. Dengan PBPK, data keuangan menjadi lebih terstandar, transparan, dan dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh berbagai pihak, mulai dari investor hingga pembuat kebijakan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index