JAKARTA - Rupiah kembali menjadi sorotan pasar mata uang Asia pada Jumat, 21 November 2025.
Meskipun dibuka menguat, analis memperkirakan rupiah kemungkinan akan menutup perdagangan di zona pelemahan. Nilai tukar mata uang Garuda ini dipengaruhi oleh kombinasi sentimen global dan domestik yang masih fluktuatif.
Artikel ini akan membahas dinamika pembukaan rupiah hari ini, faktor eksternal dan internal yang memengaruhi pergerakannya, serta proyeksi analis mengenai tren nilai tukar ke depan.
Pembukaan Rupiah Menguat
Data Bloomberg menunjukkan rupiah dibuka menguat 0,08% atau 13 poin ke Rp16.723 per dolar AS pada pukul 09.26 WIB. Sementara itu, indeks dolar AS sedikit melemah 0,01% ke 110,14 pada waktu yang sama.
Pergerakan rupiah pagi ini tidak sendirian. Mata uang negara-negara ASEAN lainnya juga mencatat penguatan, meski tipis. Baht Thailand naik 0,04%, ringgit Malaysia menguat 0,34%, dan peso Filipina bertambah 0,05% dibandingkan dolar AS.
Penguatan ini menandai adanya optimisme sementara di pasar, meski belum cukup untuk memastikan tren jangka pendek rupiah akan berlanjut positif.
Latar Belakang Pergerakan Rupiah
Sebelumnya, pada perdagangan Kamis, 20 November 2025, rupiah ditutup melemah 26 poin ke Rp16.734 per dolar AS. Menurut pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi, tren pelemahan ini sejalan dengan ketidakpastian global, khususnya mengenai arah kebijakan moneter Amerika Serikat.
"Meningkatnya skeptisisme di antara para pejabat Federal Reserve (Fed) tentang pemangkasan suku bunga berikutnya pada bulan Desember mengaburkan prospek kebijakan moneter," ujar Ibrahim.
Menurutnya, pasar tengah menunggu sinyal yang lebih jelas dari The Fed sebelum membuat keputusan besar. Hal ini membuat fluktuasi nilai tukar rupiah menjadi lebih sensitif terhadap berita global.
Sentimen Global dan Kebijakan Moneter AS
Salah satu faktor utama yang memengaruhi rupiah adalah kebijakan moneter The Fed. Saat ini, pejabat Fed masih terpecah antara kekhawatiran inflasi yang tinggi dan indikasi perlambatan pasar tenaga kerja.
Ibrahim menjelaskan, ketidakpastian ini membuat pasar mengurangi ekspektasi pelonggaran suku bunga lebih lanjut pada Desember mendatang. Selain itu, laporan ketenagakerjaan AS bulan September yang tertunda menambah keraguan pasar.
"Dampaknya, ekspektasi terhadap arah kebijakan moneter The Fed menjadi lebih abu-abu, sehingga rupiah dan mata uang emerging market lain rentan mengalami volatilitas," jelas Ibrahim.
Penguatan rupiah di pagi hari mungkin hanya sementara karena ketidakpastian eksternal masih membayangi pasar. Investor global cenderung menahan posisi mereka hingga kepastian mengenai keputusan The Fed muncul.
Faktor Domestik yang Mempengaruhi Rupiah
Selain sentimen global, kondisi ekonomi domestik juga menjadi perhatian pasar. Menurut Ibrahim, Bank Indonesia (BI) telah memproyeksikan transaksi berjalan Indonesia pada 2025 berada dalam kisaran surplus 0,1% hingga defisit 0,7% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Proyeksi ini menunjukkan fundamental ekonomi Indonesia tetap solid meski menghadapi tekanan global. "Neraca pembayaran Indonesia sepanjang tahun ini diperkirakan berada dalam kondisi yang berdaya tahan, didukung oleh defisit transaksi berjalan yang rendah serta aliran modal yang berpotensi meningkat seiring membaiknya prospek ekonomi nasional," kata Ibrahim.
Kondisi tersebut menjadi faktor penyangga bagi rupiah. Meski ada tekanan dari eksternal, fundamental domestik yang kuat memberikan dukungan bagi nilai tukar agar tidak jatuh terlalu dalam.
Prospek Penutupan Rupiah
Meski dibuka menguat, analis memperkirakan rupiah akan kembali melemah menjelang penutupan perdagangan hari ini. Hal ini sejalan dengan pola pergerakan sebelumnya, di mana rupiah sering mengalami penguatan sementara di awal sesi, namun menurun akibat tekanan dari pasar global dan ekspektasi The Fed.
Para pelaku pasar kini memantau perkembangan data ekonomi AS dan keputusan moneter yang akan diambil. Pergerakan rupiah kemungkinan akan tetap volatil hingga arah kebijakan Fed lebih jelas.
Perbandingan dengan Mata Uang ASEAN Lainnya
Dibandingkan dengan negara ASEAN lain, penguatan rupiah relatif tipis. Ringgit Malaysia menguat 0,34%, sementara baht Thailand dan peso Filipina masing-masing menguat 0,04% dan 0,05%.
Kondisi ini menunjukkan rupiah masih menghadapi tekanan global yang relatif tinggi dibanding mata uang regional lainnya. Investor cenderung lebih berhati-hati dalam menempatkan modal pada rupiah karena ketidakpastian eksternal yang signifikan.
Pergerakan rupiah hari ini menunjukkan dinamika kompleks antara faktor global dan domestik. Meskipun dibuka menguat ke Rp16.723 per dolar AS, analis memperkirakan potensi pelemahan menjelang penutupan perdagangan.
Sentimen global terkait kebijakan moneter AS, khususnya keputusan Fed pada bulan Desember, menjadi faktor utama yang memengaruhi volatilitas rupiah. Sementara itu, fundamental domestik yang kuat, termasuk proyeksi transaksi berjalan dan kondisi neraca pembayaran, memberikan dukungan bagi stabilitas nilai tukar.
Investor dan pelaku pasar perlu terus memantau perkembangan ekonomi global dan domestik, khususnya data ketenagakerjaan AS dan keputusan suku bunga Fed, untuk menilai arah pergerakan rupiah dalam jangka pendek.
Rupiah yang menguat di awal sesi memberi sinyal positif sementara, tetapi ketidakpastian global masih menjadi tantangan utama bagi mata uang nasional.
Dengan pemantauan yang cermat terhadap kondisi eksternal dan fundamental domestik, pelaku pasar dapat mengambil keputusan lebih bijak terkait posisi investasi di pasar valuta asing.