OJK

OJK Wajibkan Dana Pensiun Beraset Besar Laporkan Strategi Keuangan Berkelanjutan

OJK Wajibkan Dana Pensiun Beraset Besar Laporkan Strategi Keuangan Berkelanjutan
OJK Wajibkan Dana Pensiun Beraset Besar Laporkan Strategi Keuangan Berkelanjutan

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan pentingnya pengelolaan dana pensiun yang tidak hanya berfokus pada pertumbuhan aset, tetapi juga pada keberlanjutan keuangan yang lebih luas. 

OJK meminta dana pensiun dengan aset senilai Rp1 triliun atau lebih untuk menyampaikan rencana aksi keuangan berkelanjutan. Kebijakan ini bertujuan agar pengelolaan dana pensiun sejalan dengan prinsip sustainable finance, yang kini menjadi sorotan global dalam mengarahkan investasi pada sektor-sektor yang mendukung pembangunan berkelanjutan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menekankan bahwa kewajiban ini mengacu pada penerapan POJK 51 Tahun 2015, yang mulai efektif diterapkan sejak tahun 2024. 

Menurut Ogi, laporan rencana aksi keuangan berkelanjutan harus memuat langkah-langkah konkret yang diambil oleh dana pensiun untuk mendorong pertumbuhan keuangan berkelanjutan di Indonesia. “Yang di dalamnya dapat memuat langkah-langkah yang diambil oleh dana pensiun untuk mendorong pertumbuhan sustainable finance di Indonesia,” ujar Ogi.

Meski demikian, Ogi menjelaskan bahwa secara umum ketentuan terkait penempatan investasi dana pensiun masih mengacu pada POJK 27 Tahun 2023. Peraturan tersebut belum secara spesifik mengatur kewajiban investasi dana pensiun pada sektor energi baru dan terbarukan (EBT). Dengan kata lain, pengelolaan investasi tetap harus mengedepankan prinsip kehati-hatian, diversifikasi risiko, dan manajemen portofolio yang baik.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan saran agar dana pensiun memperluas instrumen investasi, khususnya yang memiliki underlying di sektor energi baru dan terbarukan. 

Saran ini muncul karena mayoritas alokasi investasi dana pensiun sukarela saat ini masih terkonsentrasi pada instrumen fixed income, seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan deposito perbankan. Fokus ini memang memberikan kestabilan dan manajemen risiko yang baik, tetapi di sisi lain berpotensi membatasi imbal hasil jangka panjang bagi peserta dana pensiun.

Direktur Pengembangan Dana Pensiun, Asuransi, dan Aktuaria Kemenkeu, Ihda Muktiyanto, menekankan pentingnya strategi investasi yang lebih berimbang. Ia menilai bahwa dana pensiun perlu memperluas jenis instrumen investasinya untuk meningkatkan return, sambil tetap menjaga prinsip kehati-hatian. 

“Termasuk di dalamnya instrumen-instrumen yang memiliki underlying energi baru dan terbarukan, instrumen hijau, dan tentunya instrumen lain yang memiliki kemampuan untuk bisa meningkatkan return dari hasil investasinya dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian,” ujarnya.

Pendekatan ini sejalan dengan tren global yang mendorong institusi keuangan untuk mengintegrasikan faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) dalam strategi investasinya. Dengan cara ini, dana pensiun tidak hanya memberikan keamanan finansial bagi peserta, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan ekonomi berkelanjutan di Indonesia.

Implementasi kewajiban pelaporan rencana aksi keuangan berkelanjutan diharapkan menjadi momentum bagi pengelola dana pensiun untuk mengevaluasi portofolio investasinya. 

Dengan memasukkan instrumen hijau dan EBT, dana pensiun bisa meningkatkan dampak sosial dan lingkungan dari setiap rupiah yang diinvestasikan, tanpa mengorbankan imbal hasil. Ini juga memberikan sinyal positif kepada peserta bahwa dana pensiun mereka dikelola secara bertanggung jawab dan mendukung tujuan pembangunan nasional.

Selain itu, OJK menekankan bahwa laporan rencana aksi keuangan berkelanjutan harus jelas, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini penting untuk memudahkan pengawasan sekaligus memastikan bahwa dana pensiun berkontribusi pada pertumbuhan keuangan berkelanjutan. 

Dengan kewajiban ini, dana pensiun yang memiliki aset besar dipacu untuk menyeimbangkan antara pencapaian finansial dan kepatuhan terhadap prinsip ESG, sehingga manfaat jangka panjang bagi peserta dan masyarakat luas bisa terwujud.

Langkah OJK ini juga sejalan dengan upaya pemerintah memperluas partisipasi sektor keuangan dalam mendukung transisi energi dan keberlanjutan ekonomi nasional. Dengan mendorong dana pensiun untuk berinvestasi pada sektor EBT dan instrumen hijau, Indonesia bisa meningkatkan ketersediaan modal untuk proyek-proyek yang berkelanjutan, sekaligus mengurangi risiko ketergantungan pada instrumen konvensional yang cenderung stabil tetapi terbatas dalam pertumbuhan jangka panjang.

Secara keseluruhan, kebijakan ini menekankan pentingnya sinergi antara regulator, pengelola dana pensiun, dan peserta dalam menciptakan sistem keuangan yang berkelanjutan dan tangguh. Pelaporan rencana aksi keuangan berkelanjutan bukan sekadar formalitas, tetapi langkah strategis untuk memastikan bahwa dana pensiun tidak hanya aman secara finansial, tetapi juga berperan aktif dalam pembangunan ekonomi hijau dan inklusif di Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index