JAKARTA - Pemerintah menyiapkan langkah strategis untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelaporan keuangan nasional.
Mulai 2027, semua perusahaan diwajibkan menyampaikan laporan keuangan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kebijakan ini dituangkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2025 tentang Pelaporan Keuangan, yang diharapkan mampu membangun sistem pelaporan terintegrasi dan efisien lintas sektor.
Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan, Masyita Crystallin, menjelaskan bahwa PP ini merupakan fondasi bagi tata kelola keuangan yang lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
“PP 43 Tahun 2025 dirancang untuk memperkuat fondasi tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan dapat menjadi rujukan yang andal bagi pengambilan keputusan di tingkat korporasi maupun kebijakan publik,” jelas Masyita.
Pelaporan Keuangan Terintegrasi Lintas Sektor
PP ini menetapkan mekanisme penyusunan, penyampaian, dan pemanfaatan laporan keuangan yang berlaku untuk seluruh sektor, termasuk jasa keuangan, sektor riil, serta entitas yang terkait dengan sektor keuangan.
Tujuannya bukan sekadar kepatuhan administratif, tetapi juga untuk mendorong harmonisasi regulasi dan penguatan integritas data keuangan.
Dengan sistem ini, pelaporan keuangan nasional tidak lagi berjalan terpisah antar sektor. Sebaliknya, seluruh data akan menjadi bagian dari ekosistem pelaporan keuangan nasional yang terstandar, saling terhubung, dan dapat diverifikasi.
“Melalui PP ini, pemerintah mendorong terbentuknya ekosistem pelaporan keuangan yang saling terhubung, terstandar, dan konsisten di seluruh sektor, sehingga kualitas data keuangan nasional semakin meningkat,” imbuh Masyita.
Peran Laporan Keuangan Sebagai Instrumen Kebijakan
Pelaporan keuangan kini diposisikan sebagai instrumen strategis bagi pelaku industri, sektor keuangan, pemerintah, dan masyarakat. Data yang terstruktur dan akurat akan menjadi basis pengambilan keputusan berbasis bukti (evidence-based decision making).
Peningkatan kualitas laporan dipadukan dengan Platform Bersama Pelaporan Keuangan (PBPK) yang mempermudah proses penyampaian laporan.
“Platform Bersama Pelaporan Keuangan akan menjadi simpul utama integrasi data, sehingga proses pelaporan lebih sederhana bagi pelaku usaha namun pada saat yang sama memperkaya basis data pemerintah untuk perumusan kebijakan yang tepat sasaran,” kata Masyita.
Implementasi Bertahap dan Inklusif
Pemerintah memahami bahwa reformasi sistem pelaporan keuangan membutuhkan persiapan matang bagi seluruh pelaku usaha. Oleh karena itu, penerapan PP ini akan dilakukan secara bertahap dan proporsional, agar tidak mengganggu operasional perusahaan.
Untuk sektor pasar modal, pelaporan melalui PBPK wajib dilakukan paling lambat 2027, sedangkan sektor lain menyesuaikan tahapannya.
Pendekatan transisi ini juga memperhatikan kapasitas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) agar tetap mampu memenuhi kewajiban pelaporan tanpa terbebani biaya maupun administrasi.
“Transformasi pelaporan keuangan ini kami desain secara bertahap dan inklusif, agar pelaku usaha dari berbagai skala, termasuk UMKM, dapat beradaptasi dengan realistis tanpa mengurangi kualitas pelaporan,” jelas Masyita.
Kategori Pelaku Usaha yang Wajib Melapor
PP 43 Tahun 2025 menetapkan lima kelompok pelaku usaha yang wajib menyampaikan laporan keuangan:
Lembaga sektor jasa keuangan, meliputi perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan sesuai regulasi sektor.
Lembaga keuangan khusus, termasuk perusahaan pergadaian, lembaga penjaminan, LPEI, pembiayaan sekunder perumahan, dan fintech P2P lending.
Lembaga pengelola dana masyarakat wajib, seperti penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, kesejahteraan, dan lembaga jasa keuangan lain di bawah pengawasan OJK.
Pelaku usaha pendukung dan infrastruktur sektor keuangan, termasuk pelaku infrastruktur pasar keuangan, sistem pembayaran, dan lembaga pendukung sektor keuangan.
Pelaku usaha sektor keuangan lainnya, baik berbasis konvensional maupun syariah.
Dampak Positif bagi Pengambilan Kebijakan dan Dunia Usaha
Integrasi pelaporan keuangan ini diproyeksikan memperkuat kualitas data pemerintah, sehingga penyusunan kebijakan fiskal dan ekonomi dapat berbasis data aktual.
Selain itu, sistem ini membantu perusahaan dalam menjaga kredibilitas laporan keuangan, meningkatkan transparansi bagi investor, dan mempermudah akses informasi lintas sektor.
Masyita menekankan bahwa PP 43 Tahun 2025 bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan langkah strategis untuk menghadirkan ekosistem pelaporan modern. Sistem ini diharapkan mendukung stabilitas sektor keuangan, efisiensi proses, serta konsistensi informasi yang diperlukan pengambil kebijakan.
Dengan pemberlakuan PP ini, pemerintah menegaskan komitmen membangun sistem pelaporan keuangan nasional yang terstandar, transparan, dan kredibel.
Pelaku usaha dari berbagai skala, termasuk UMKM, dapat beradaptasi secara bertahap melalui PBPK, sementara sektor besar dan lembaga keuangan wajib menyesuaikan sistem internalnya untuk memenuhi kewajiban baru.
Langkah ini sejalan dengan amanat UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang menekankan perlunya penguatan tata kelola dan integritas data keuangan nasional.
Dengan demikian, PP 43 Tahun 2025 diharapkan menjadi fondasi kokoh bagi pelaporan keuangan nasional yang kredibel, modern, dan inklusif mulai 2027.