JAKARTA - Komitmen Indonesia untuk mempercepat transisi energi bersih semakin nyata.
PT PLN (Persero) menegaskan langkah strategisnya dengan menyiapkan lelang proyek pembangkit energi baru terbarukan (EBT) berskala besar pada tahun 2025.
Melalui program ini, PLN berambisi memperkuat pasokan energi ramah lingkungan sekaligus membuka ruang investasi luas bagi pihak swasta.
Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN, Suroso Isnandar, menyampaikan bahwa tahun ini perusahaan akan melelang Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan kapasitas lebih dari 1 Gigawatt (GW) serta Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 5,2 GW.
Kedua jenis pembangkit ini dipilih karena mampu menopang kebutuhan beban dasar (baseload), sehingga berperan vital dalam menjaga stabilitas listrik nasional.
“Tahun ini kita akan segera melakukan pelelangan untuk PLTA hydro ini lebih dari 1 gigawatt. Bersama dengan itu, kita juga akan melelang untuk panas bumi, geothermal, sampai 5,2 gigawatt,” ujar Suroso.
Lelang 32 Proyek Energi Bersih
Selain fokus pada PLTA dan PLTP, PLN juga menargetkan masuk pada pembangkit EBT yang bersifat intermitten seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). Suroso menyebut, total ada 32 proyek yang siap dilelang pada 2025.
Namun, ia belum menjelaskan detail proyek yang dimaksud karena sebagian besar masih dalam tahap persiapan dokumen.
Bagi PLN, lelang proyek EBT merupakan solusi atas kebutuhan pendanaan yang sangat besar. Menurut perhitungan, perusahaan membutuhkan lebih dari Rp 2.000 triliun dalam 10 tahun ke depan untuk mendukung transisi energi, mulai dari pembangunan pembangkit hingga jaringan transmisi hijau.
Dari total kebutuhan investasi tersebut, PLN hanya mampu menanggung sekitar Rp 500 triliun. Sisanya, lebih dari 70 persen diharapkan datang dari partisipasi swasta melalui mekanisme lelang.
“Kendalanya apa? Yang saya bilang tadi, economics. Tadi saya bilang 32 lelang nanti di akhir tahun, mudah-mudahan tarifnya menarik,” kata Suroso menambahkan.
Minat Investor Masih Tinggi
Meski tantangan pembiayaan cukup besar, PLN optimistis bahwa proyek-proyek EBT tetap diminati oleh investor. Suroso menjelaskan, setiap kali lelang dibuka, selalu ada lebih dari 20 peserta yang berpartisipasi. Hal ini menunjukkan kepercayaan tinggi dunia usaha terhadap arah transisi energi Indonesia.
Apalagi, biaya pembangunan pembangkit berbasis energi terbarukan juga semakin kompetitif. Saat ini, biaya produksi listrik dari EBT sudah menyentuh angka sekitar USD 200 per kilowatt hour (KWh). Dengan harga yang semakin efisien, daya tarik investasi di sektor ini pun makin kuat.
“End of this year, kami sudah persiapkan, pada peta ini kami sudah menyiapkan lebih dari 300 dokumen lelang, dalam waktu tak lama lagi kita akan melelangkan untuk pembangunan ini,” jelas Suroso.
Kebutuhan Investasi Triliunan Rupiah
Berdasarkan perhitungan PLN, total kebutuhan investasi untuk mendukung transisi energi mencapai sekitar USD 162 miliar atau setara Rp 2.722 triliun dengan kurs Rp 16.805 per dolar AS.
Dari angka itu, sekitar USD 59 miliar atau hampir Rp 1.000 triliun akan digunakan khusus untuk proyek pembangkit EBT seperti PLTA dan PLTP. Sementara itu, pengembangan jaringan transmisi hijau memerlukan sekitar USD 24 miliar atau Rp 434 triliun.
Suroso menekankan, angka tersebut memang sangat besar. Namun, dengan skema kerja sama bersama swasta, peluang untuk merealisasikannya terbuka lebar.
Mekanisme lelang dinilai sebagai cara paling transparan dan adil dalam menarik minat investor sekaligus memastikan efisiensi biaya pembangunan.
Target RUPTL 2025–2034
Komitmen PLN mempercepat transisi energi juga tercermin dalam Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034.
Dalam rencana tersebut, PLN menargetkan tambahan kapasitas pembangkit sebesar 71,2 GW. Dari jumlah tersebut, sebanyak 59 persen berasal dari EBT.
Rinciannya meliputi 11,7 GW pembangkit berbasis air skala besar maupun mini hydro, 5,1 GW PLTP, 1 GW biomassa, 16,9 GW PLTS, hingga 7,2 GW PLTB. Angka ini mencerminkan arah kebijakan PLN yang semakin berorientasi pada energi hijau dan pengurangan emisi karbon.
Menjawab Tantangan Ekonomi dan Lingkungan
Transformasi energi bukan hanya menjawab kebutuhan listrik nasional, tetapi juga menjadi bagian dari tanggung jawab lingkungan.
Dengan membangun lebih banyak pembangkit EBT, PLN berkontribusi signifikan terhadap target pengurangan emisi nasional dan komitmen Indonesia pada perjanjian internasional terkait perubahan iklim.
Namun demikian, tantangan besar tetap ada, terutama dari sisi keekonomian proyek. Suroso menegaskan bahwa PLN harus memastikan tarif yang ditawarkan tetap menarik bagi investor, sekaligus terjangkau bagi masyarakat.
Optimisme Menuju Masa Depan Energi Bersih
Meski jalannya tidak mudah, optimisme PLN terlihat jelas. Dengan dukungan kebijakan pemerintah, minat swasta yang tinggi, serta biaya pembangunan EBT yang semakin murah, transisi energi bersih di Indonesia diyakini bisa berjalan lebih cepat.
Ke depan, keberhasilan lelang proyek PLTA dan PLTP tahun ini akan menjadi tolok ukur sekaligus momentum penting bagi langkah strategis lain di sektor energi hijau.
PLN berharap, keterlibatan swasta yang lebih besar akan mempercepat pencapaian target kapasitas EBT dan mendukung ketahanan energi nasional.
“Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, PLN, dan investor, kita bisa wujudkan pembangunan energi bersih yang bukan hanya menopang ekonomi, tapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan,” pungkas Suroso.