PLTSa

Pemerintah Perkuat Sinergi KLH hingga PLN untuk Proyek PLTSa

Pemerintah Perkuat Sinergi KLH hingga PLN untuk Proyek PLTSa
Pemerintah Perkuat Sinergi KLH hingga PLN untuk Proyek PLTSa

JAKARTA - Upaya pemerintah dalam mendorong pemanfaatan energi bersih terus mendapatkan perhatian, salah satunya melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). 

Program ini tidak hanya dimaksudkan untuk mengurangi timbunan sampah di berbagai daerah, tetapi juga menghasilkan energi listrik terbarukan yang mampu menopang kebutuhan masyarakat. 

Melalui kerja sama lintas kementerian dan lembaga, pemerintah menegaskan bahwa pengelolaan sampah kini menjadi bagian dari solusi energi sekaligus penguatan ketahanan lingkungan.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa penentuan lokasi prioritas proyek PLTSa berada di bawah koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). 

Menurutnya, keputusan ini dihasilkan setelah serangkaian rapat bersama kementerian terkait, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kementerian Keuangan, serta Kementerian ESDM sendiri.

“Kemarin kan sudah rapat koordinasi, itu menentukan tahap pertama berapa lokasi. Ada sekitar sepuluh lokasi,” ujar Eniya.

Tahap awal pemilihan lokasi ini menjadi landasan penting, mengingat proyek PLTSa diarahkan khusus untuk daerah yang memiliki timbulan sampah lebih dari 1.000 ton per hari. 

Dengan kriteria tersebut, pembangunan PLTSa diharapkan tepat sasaran dan memberi manfaat besar, terutama pada wilayah perkotaan dengan volume sampah yang tinggi.

Mekanisme Penetapan Mitra

Setelah lokasi ditentukan, daftar prioritas proyek kemudian diserahkan kepada Danantara. Lembaga ini akan membantu dalam penetapan mitra yang nantinya membentuk skema kerja sama atau joint venture. “Jadi pilihannya ada di Danantara,” tambah Eniya.

Apabila joint venture terbentuk, proyek PLTSa akan didaftarkan ke Kementerian ESDM untuk memperoleh tahapan berikutnya, termasuk penetapan tarif listrik. 

Eniya menegaskan bahwa jika ada daerah yang tidak termasuk dalam daftar awal, mereka tetap memiliki peluang untuk mengajukan minat langsung ke Kementerian ESDM.

Penetapan Tarif Listrik PLTSa

Salah satu poin penting dalam kebijakan ini adalah tarif listrik dari PLTSa yang ditetapkan sebesar US$20 sen per kWh. 

Tarif tersebut mencakup tipping fee atau biaya pengolahan sampah. Dengan adanya tarif tunggal, pemerintah berharap proses jual beli tenaga listrik menjadi lebih sederhana.

“Tarif listrik ditentukan begitu izin diberikan, itu menjadi penugasan langsung kepada PLN. Jadi, proses perjanjian jual beli tenaga listrik sudah tidak ada lagi,” jelas Eniya.

Dengan mekanisme ini, PLN akan langsung menjadi pembeli utama listrik dari PLTSa. Hal tersebut diyakini dapat mempercepat implementasi proyek sekaligus memberikan kepastian bagi investor maupun pengembang.

Peran Pemerintah Daerah

Selain kementerian, peran pemerintah daerah juga dianggap krusial dalam mendukung keberhasilan PLTSa. Daerah diminta menyiapkan lahan sekaligus menjamin kelancaran proses pengangkutan sampah dari sumber ke lokasi pembangkit. 

Biaya mobilisasi ini tidak termasuk dalam tarif listrik, melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing daerah.

“Jaringan ini mendapat allowable cost dari PLN, artinya nanti kompensasi di dana subsidi dan kompensasi PLN,” ujar Eniya.

Lebih jauh, pemerintah daerah juga berkewajiban memastikan bahan baku yang masuk ke PLTSa sesuai dengan standar teknis. 

Jika bahan baku sampah tidak memenuhi persyaratan, daerah harus menanggung kompensasi. Hal ini ditetapkan agar operasional PLTSa dapat berjalan optimal dan konsisten menghasilkan listrik.

Kolaborasi Lintas Sektor

Pembangunan PLTSa mencerminkan bagaimana isu sampah kini dipandang tidak hanya dari sisi lingkungan, tetapi juga energi. 

Dengan melibatkan KLH, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, PLN, hingga pemerintah daerah, proyek ini menggambarkan sebuah ekosistem kerja sama yang saling melengkapi.

Bahkan, pemerintah melihat potensi besar keterlibatan investor swasta maupun asing yang selama ini menunjukkan ketertarikan pada proyek energi terbarukan di Indonesia. 

Beberapa negara, seperti Singapura, Tiongkok, dan sejumlah negara Eropa, disebut telah menyatakan minatnya untuk berinvestasi pada PLTSa di Indonesia.

Solusi Lingkungan dan Energi

PLTSa diharapkan mampu menjadi jawaban atas dua tantangan sekaligus: pengurangan sampah dan pemenuhan energi. Daerah-daerah perkotaan dengan volume sampah besar selama ini menghadapi permasalahan keterbatasan lahan TPA (Tempat Pembuangan Akhir). 

Dengan mengubah sampah menjadi energi listrik, beban TPA berkurang, sementara masyarakat memperoleh manfaat berupa pasokan listrik berkelanjutan.

Pemerintah juga menekankan bahwa teknologi PLTSa berbeda dengan metode pembakaran sampah biasa. Dalam PLTSa, pengolahan dilakukan dengan standar ramah lingkungan sehingga mengurangi dampak negatif terhadap udara maupun kesehatan masyarakat.

Harapan Ke Depan

Dengan penetapan peran setiap pihak secara jelas, pemerintah berharap proyek PLTSa dapat berjalan lancar. 

KLH mengatur lokasi, Danantara memilih mitra, Kementerian ESDM menetapkan tarif, PLN membeli listrik, sementara pemerintah daerah memastikan lahan dan bahan baku tersedia. Skema ini diyakini dapat memberikan kepastian hukum, finansial, dan teknis bagi semua pihak yang terlibat.

Di sisi lain, masyarakat juga diharapkan dapat merasakan manfaat langsung dari kehadiran PLTSa. Selain lingkungan yang lebih bersih, hadirnya listrik dari sampah akan memperkuat upaya transisi energi menuju masa depan yang lebih hijau.

Proyek PLTSa bukan hanya soal pembangunan pembangkit, tetapi juga simbol perubahan cara pandang: dari sampah yang sebelumnya dianggap beban, kini menjadi sumber daya yang bernilai. 

Dengan sinergi lintas kementerian, lembaga, dan daerah, langkah ini diharapkan mampu menjadi tonggak baru dalam tata kelola energi dan lingkungan di Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index