JAKARTA - Masyarakat diimbau untuk memastikan kepesertaan BPJS Kesehatan tetap aktif pada awal Oktober 2025.
Pemerintah menegaskan bahwa hingga Senin, 6 Oktober 2025, besaran iuran BPJS Kesehatan belum mengalami perubahan, baik bagi peserta mandiri, pekerja penerima upah (PPU), maupun penerima bantuan iuran (PBI). Kepastian ini menjadi penting agar peserta dapat menyesuaikan pembayaran iuran tepat waktu dan menghindari risiko nonaktifnya layanan kesehatan akibat keterlambatan.
Kepastian tersebut menjadi kabar baik di tengah upaya pemerintah menjaga keberlanjutan program jaminan sosial nasional tanpa membebani masyarakat. Sejak beberapa waktu terakhir, isu tentang kemungkinan penyesuaian tarif atau penerapan sistem kelas rawat baru sempat ramai dibicarakan.
Namun, hingga minggu pertama Oktober ini, pemerintah masih mempertahankan struktur iuran BPJS Kesehatan dengan skema tiga kelas seperti yang berlaku sebelumnya.
Iuran Peserta Mandiri Tetap Mengacu pada Skema Tiga Kelas
Untuk peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri, tarif iuran BPJS Kesehatan per 6 Oktober 2025 masih mengacu pada tiga kategori layanan.
Berikut rinciannya:
Kelas 1: Rp150.000 per orang per bulan.
Kelas 2: Rp100.000 per orang per bulan.
Kelas 3: Rp42.000 per orang per bulan, dengan subsidi dari pemerintah sebesar Rp7.000, sehingga peserta cukup membayar sekitar Rp35.000 per bulan.
Nominal tersebut berlaku secara nasional dan wajib dibayarkan setiap bulan sebelum tanggal 10 agar status kepesertaan tidak dinonaktifkan. Jika peserta terlambat melakukan pembayaran, layanan kesehatan bisa terhenti sementara, dan peserta akan dikenai denda saat kembali mengaktifkan kepesertaan.
Skema tiga kelas masih dipertahankan meski pemerintah tengah menyiapkan transformasi menuju sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Namun hingga kini, penerapan penuh KRIS masih dalam tahap persiapan regulasi dan infrastruktur di berbagai rumah sakit.
Iuran Pekerja Penerima Upah (PPU)
Sementara itu, bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) atau kalangan pekerja formal, besaran iuran BPJS Kesehatan tetap sebesar 5 persen dari gaji bulanan.
Rinciannya, 4 persen ditanggung oleh pemberi kerja, sedangkan 1 persen menjadi tanggungan pekerja.
Dengan sistem ini, beban iuran tidak sepenuhnya ditanggung pekerja, melainkan dibagi dengan perusahaan. Kebijakan ini sudah diterapkan sejak awal program BPJS dan menjadi mekanisme penting dalam memastikan seluruh pekerja formal terlindungi jaminan kesehatan tanpa memberatkan individu.
Perusahaan wajib mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS Kesehatan aktif. Kewajiban ini tidak hanya berlaku bagi perusahaan besar, tetapi juga bagi pelaku usaha menengah dan kecil yang memiliki tenaga kerja tetap. Dengan demikian, kepesertaan BPJS Kesehatan bagi pekerja formal menjadi bagian dari kewajiban sosial perusahaan sekaligus perlindungan dasar bagi pekerja.
Iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) Ditanggung Penuh Pemerintah
Untuk masyarakat yang tergolong kurang mampu atau terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial, pemerintah memastikan iuran BPJS Kesehatan tetap sepenuhnya ditanggung negara.
Kelompok ini disebut sebagai Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Dengan skema ini, mereka dapat mengakses layanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) maupun rumah sakit tanpa harus mengeluarkan biaya pribadi. Pemerintah menegaskan bahwa komitmen pembiayaan PBI akan terus dijaga agar tidak ada masyarakat miskin yang kehilangan akses terhadap layanan kesehatan.
Pendanaan program PBI berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan disalurkan secara berkala ke BPJS Kesehatan. Langkah ini merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam melindungi kelompok rentan melalui jaminan sosial kesehatan.
Pemerintah Tegaskan Belum Ada Perubahan Tarif
Hingga memasuki triwulan terakhir tahun 2025, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan belum menetapkan perubahan tarif iuran BPJS Kesehatan. Pemerintah menilai, menjaga stabilitas iuran menjadi langkah strategis untuk memastikan masyarakat tetap dapat menikmati layanan kesehatan yang terjangkau.
Selain itu, pemerintah bersama BPJS Kesehatan terus melakukan evaluasi berkala terhadap kinerja sistem jaminan kesehatan nasional. Evaluasi mencakup aspek efektivitas pembayaran klaim rumah sakit, peningkatan mutu layanan peserta, hingga keberlanjutan pembiayaan jangka panjang.
Kepala Humas BPJS Kesehatan sebelumnya juga menegaskan pentingnya disiplin peserta dalam membayar iuran. “Kepatuhan peserta dalam membayar iuran menjadi kunci utama keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” ujarnya.
Dengan iuran yang stabil, masyarakat diharapkan dapat lebih mudah mengatur keuangan keluarga tanpa khawatir adanya lonjakan biaya kesehatan.
Dorongan Transformasi Menuju Sistem KRIS
Meski belum diterapkan penuh, pemerintah tetap melanjutkan rencana implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) sebagai bagian dari transformasi JKN. Sistem ini bertujuan untuk menghadirkan standar pelayanan kesehatan yang lebih merata di seluruh kelas rumah sakit.
Dalam KRIS, fasilitas dan layanan akan diseragamkan, sehingga tidak ada lagi perbedaan kualitas perawatan antar kelas. Namun, karena proses transisi memerlukan kesiapan infrastruktur dan pembiayaan, tarif iuran masih menggunakan sistem tiga kelas lama.
Imbauan Pembayaran Tepat Waktu
Peserta BPJS Kesehatan diimbau untuk melakukan pembayaran sebelum tanggal 10 setiap bulan. Pembayaran dapat dilakukan melalui berbagai kanal, seperti ATM, mobile banking, minimarket, marketplace, maupun aplikasi Mobile JKN.
Kedisiplinan pembayaran tidak hanya menjaga keaktifan kepesertaan, tetapi juga membantu pemerintah menjaga kesinambungan dana jaminan kesehatan.
Dengan belum adanya perubahan tarif iuran BPJS Kesehatan per 6 Oktober 2025, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam menjaga stabilitas dan keterjangkauan layanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Baik peserta mandiri, pekerja formal, maupun penerima bantuan iuran tetap dapat mengakses layanan tanpa kekhawatiran kenaikan biaya.
Ke depan, pemerintah berencana terus memperkuat sistem BPJS Kesehatan agar lebih efisien, berkeadilan, dan inklusif—sejalan dengan semangat “gotong royong” dalam melindungi kesehatan seluruh rakyat Indonesia.