JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, baru-baru ini mengungkapkan berbagai tantangan yang dihadapi BUMN dalam sektor pertambangan, terutama dalam implementasi program hilirisasi dan industrialisasi di Indonesia. Dalam acara MINDialogue bertajuk "Hilirisasi dan Industrialisasi: Strategi Kunci Menuju Indonesia Emas 2045", Erick membagikan pandangannya mengenai pendekatan yang harus diambil untuk membangun ekosistem industri yang berdaya saing dan berkelanjutan.
"Sebesar apa market kita, lalu apakah kita bisa berdiri sendiri atau sebuah ekosistem? Nah, ini yang kadang-kadang kita itu sering juga terlalu istilahnya meloncat sebelum menginjak. Nah, ini yang kenapa kami di BUMN selalu sangat prudent dan hati-hati," ungkap Erick Thohir dalam acara yang berlangsung pada Jumat, 10 Januari 2025.
Erick menjelaskan bahwa dalam menjalankan hilirisasi, BUMN perlu bertindak dengan hati-hati dan berdasarkan peta jalan yang jelas. Dengan pendekatan proporsional dan integrasi yang matang, dibutuhkan untuk menopang kekuatan ekosistem industri di Indonesia. Dia menyoroti, tanpa peta jalan yang kuat dan strategi yang terukur, upaya untuk mengembangkan sektor ini bisa jadi tidak maksimal.
BUMN, menurut Erick, tidak hanya fokus menyelesaikan satu bagian dari ekosistem melainkan harus memahami dan berinteraksi dengan seluruh bagian ekosistem yang ada. Hal ini penting untuk membangun kerangka kerja yang lebih solid dan terarah. “Karena kita ini kan hanya menjadi satu bagian dari sebesarnya ekosistem. Kita bukan menyelesaikan seluruh ekosistem," ujar Erick.
Salah satu tantangan mendasar dalam hilirisasi adalah ketersediaan jenis tambang dan kebijakan pemerintah yang mendukung. BUMN harus bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk mitra luar negeri, untuk memastikan semua bagian dari rantai hilirisasi dapat berjalan lancar dan sesuai target.
Erick juga menekankan pentingnya sinergi lintas kementerian dalam menjamin keberhasilan kebijakan hilirisasi. “Kami tetap meng-influence menteri-menteri terkait. Ya, menteri industri, menteri investasi, kejaksaan agung, supaya policy secara menyeluruhnya harus friendly. Karena kenapa gini, kalau BUMN-nya saja tidak merasa safe, apalagi investor," katanya.
Kerjasama yang erat antar-kementerian dan lembaga terkait menjadi faktor penentu dalam memastikan bahwa regulasi dan kebijakan yang dihasilkan dapat memperkuat posisi Indonesia dalam industri global. Keterlibatan lintas sektor ini diperlukan untuk menutupi celah regulasi yang bisa menghambat perkembangan industri.
Hilirisasi sendiri merupakan proses yang sangat fundamental dalam menciptakan nilai tambah dari hasil tambang. Erick menegaskan bahwa BUMN memiliki peran vital dalam percepatan proses ini. Meski demikian, implementasinya tidak bisa hanya dilakukan oleh BUMN saja. Dukungan dari sektor swasta dan kolaborasi dengan investor internasional juga diperlukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
“Di BUMN, kita harus memastikan bahwa setiap rencana strategis dipahami dengan seksama, mempertimbangkan berbagai faktor di lapangan seperti ketersediaan jenis tambang hingga mitra yang akan terlibat,” kata Erick, menekankan pentingnya perencanaan strategis yang matang.
Dalam konteks persaingan global, hilirisasi bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia agar dapat mengolah sumber daya secara mandiri. Ini juga sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045, yang menargetkan transformasi ekonomi berbasis industri, dengan pelibatan seluruh pemangku kepentingan dari sektor publik dan swasta.
Seiring dengan komitmen pemerintah dalam memperkuat industrialisasi, BUMN diharapkan dapat berperan sebagai lokomotif perubahan yang mendorong inklusi dan pemberdayaan ekonomi dalam negeri.
Kesimpulannya, keberhasilan hilirisasi dan industrialisasi tidak hanya tergantung pada kemampuan BUMN menerjemahkan visi pemerintah ke dalam kebijakan yang efektif. Penyelarasan strategi lintas sektor serta kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan harus ditempuh untuk mewujudkan ekosistem industri yang mandiri dan kompetitif di lingkup global.