JAKARTA – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, menyerukan kepada komunitas internasional untuk memperbesar kapasitas pinjaman dari bank pembangunan multilateral guna mempercepat transisi energi di negara-negara berkembang. Pernyataan ini disampaikan dalam pembukaan Sidang Majelis Umum ke-15 Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) yang berlangsung di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, pada Minggu, 12 Januari 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Guterres menekankan pentingnya mengatasi berbagai hambatan finansial yang dihadapi negara-negara berkembang. "Negara-negara harus mengatasi kendala finansial, salah satunya dengan cara meningkatkan kapasitas pinjaman dari Bank Pembangunan Multilateral, meningkatkan pembiayaan konsesi, dan mengambil langkah efektif terhadap utang," ujar Guterres.
Sidang Majelis Umum ke-15 IRENA kali ini difokuskan pada upaya mempercepat transisi energi di level global. Hal ini semakin mendesak dengan adanya ketidakpastian pasokan bahan bakar fosil yang dipicu oleh konflik di Timur Tengah dan fenomena cuaca ekstrem di seluruh dunia. Forum ini menyoroti peningkatan kapasitas energi terbarukan hingga tiga kali lipat pada 2030, peningkatan ambisi dalam Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC 3.0), dan dukungan terhadap transisi di negara-negara berkembang. Selain itu, peserta forum juga membahas pemanfaatan arus keuangan inovatif di negara-negara tersebut.
Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih tertinggal dalam hal transisi menuju energi bersih. Data menunjukkan bahwa sejak 2016, negara-negara ini hanya mendapatkan satu dari lima dolar AS dari total investasi global untuk energi bersih. Menurut Guterres, tantangan besar ini harus dijawab bersama untuk mempercepat transisi dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan. "Kita juga membutuhkan harga karbon yang efektif dan inovasi-inovasi sumber pembiayaan," tambah Guterres.
Selain masalah finansial, sinergi antara pemerintah, masyarakat, pengusaha, dan pemangku kepentingan lainnya sangat diperlukan guna mewujudkan transisi energi yang adil. "Hal ini termasuk mengalihkan subsidi bahan bakar fosil ke investasi dalam transisi energi," ujar Guterres. Ia juga menyerukan agar semua negara memasukkan transisi energi berkeadilan ini ke dalam rencana aksi iklim nasional terbaru mereka atau dikenal dengan istilah NDC (Nationally Determined Contribution).
Direktur Jenderal IRENA, Francesco La Camera, turut menambahkan perspektifnya mengenai pentingnya langkah ini. "Dunia sedang mengalami transformasi yang cepat, didorong oleh lanskap geopolitik yang berubah dan terobosan teknologi seperti Kecerdasan Buatan. Di tengah perubahan ini, pengembangan energi terbarukan harus menjadi prioritas utama di dunia sebagai cara paling efektif untuk menjaga iklim dan tujuan pembangunan berkelanjutan tetap tercapai,” tegas La Camera.
Memang, tantangan global dalam mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil sangat kompleks. Negara-negara harus berupaya keras untuk mengalihkan investasi dari bahan bakar tradisional ke sumber energi terbarukan. Perubahan ini tidak hanya akan mengurangi emisi karbon global tetapi juga meningkatkan ketahanan energi dan menciptakan peluang ekonomi baru di berbagai sektor.
Secara keseluruhan, upaya peningkatan kapasitas pinjaman dari bank pembangunan multilateral diharapkan dapat memberikan dorongan signifikan bagi negara berkembang dalam menjalankan proyek-proyek energi bersih. Dengan kolaborasi yang lebih erat antara berbagai pihak, transisi energi yang diidamkan bisa menjadi lebih cepat dan efisien, memastikan masa depan energi global yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Melihat urgensi dari masalah ini, momentum sidang ke-15 IRENA bisa menjadi pendorong bagi langkah-langkah nyata yang dapat memperkuat komitmen global terhadap energi terbarukan. Guterres dan La Camera sama-sama menekankan bahwa upaya ini harus bersifat inklusif, mencakup semua sektor, dan berorientasi pada kepentingan jangka panjang bagi planet yang sehat dan masyarakat yang sejahtera.
Sebagai bagian dari solusi, Guterres juga menyoroti pentingnya merancang kebijakan yang tepat dan mendukung inovasi dalam sistem pembiayaan. Strategi ini diharapkan dapat menjembatani berbagai kesenjangan yang masih ada dan mendorong negara-negara menuju masa depan yang lebih hijau.
Saat dunia berada di persimpangan kritis dalam perjalanan menuju transisi energi, langkah-langkah konkret dan kerjasama internasional akan menentukan seberapa cepat dan efektif perubahan ini dapat diwujudkan. Dengan menjadikan energi terbarukan sebagai prioritas, komunitas global memiliki kesempatan emas untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan melindungi generasi mendatang dari dampak perubahan iklim.