JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Kamis bergerak menguat 30 poin atau 0,18 persen menjadi Rp16.634 per dolar Amerika Serikat (AS) dari posisi sebelumnya Rp16.664 per dolar AS.
Penguatan ini dipicu oleh meningkatnya ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed) pada Desember mendatang.
Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menyatakan bahwa sentimen positif ini muncul karena investor global melihat peluang pelonggaran kebijakan moneter AS, yang mendorong apresiasi mata uang domestik.
"Sentimen yang membaik didorong oleh meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada Desember 2025," ujar Josua.
Ekspektasi Penurunan Suku Bunga AS
Mengutip Anadolu, CME FedWatch mencatat bahwa peluang penurunan suku bunga AS sebesar 25 basis points (bps) kini mencapai 85 persen pada bulan depan. Perkiraan ini menguat setelah sejumlah pejabat The Fed memberikan sinyal dovish terkait arah kebijakan moneter di akhir tahun.
Data ekonomi AS yang baru-baru ini dirilis menunjukkan perlambatan di beberapa sektor. Retail sales pada September 2025 meningkat 0,2 persen secara bulanan, namun masih di bawah perkiraan pasar sebesar 0,4 persen.
Producer Price Index (PPI) tumbuh moderat 0,3 persen, sementara laporan Automatic Data Processing (ADP) menunjukkan penurunan rata-rata tenaga kerja sebanyak 13,5 ribu orang, menandakan melemahnya pasar tenaga kerja AS.
Menurut Josua, kombinasi data ekonomi yang melambat dan sinyal dovish The Fed memperkuat ekspektasi penurunan suku bunga. Hal ini, pada gilirannya, mendukung sentimen risiko di pasar keuangan global, termasuk di pasar mata uang emerging market seperti rupiah.
"Pasar mempertahankan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada Desember 2025, yang mendukung sentimen risiko yang lebih luas," ungkap Josua.
Dampak Pergerakan Rupiah dan Proyeksi Hari Ini
Berdasarkan kondisi tersebut, rupiah diperkirakan bergerak dalam kisaran Rp16.600 hingga Rp16.700 per dolar AS sepanjang Kamis, 27 November 2025.
Fluktuasi ini tetap dipengaruhi oleh dinamika eksternal, khususnya kebijakan moneter AS, serta kondisi domestik seperti likuiditas pasar dan arus modal asing.
Sebelumnya, rupiah sempat melemah akibat penguatan dolar AS secara global. Namun, ekspektasi penurunan suku bunga The Fed memicu aliran masuk modal asing ke Indonesia, sehingga menstabilkan dan bahkan mengangkat nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan.
Implikasi bagi Stabilitas Ekonomi dan Harga Barang
Penguatan rupiah memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas harga barang impor, termasuk bahan baku dan produk konsumsi yang diperdagangkan dalam dolar AS. Menjelang akhir tahun, saat konsumsi masyarakat meningkat, penguatan ini berpotensi menurunkan tekanan inflasi dari sisi impor.
Selain itu, rupiah yang menguat dapat menekan biaya impor bagi produsen lokal, namun ada potensi dampak negatif bagi eksportir komoditas yang dihargai dalam dolar AS karena pendapatan dalam rupiah menjadi lebih rendah.
Analis menilai, meski ada potensi dampak bagi ekspor, sentimen positif dari ekspektasi pelonggaran suku bunga AS lebih dominan dalam jangka pendek, sehingga nilai tukar rupiah relatif stabil.
Strategi Pasar dan Mitigasi Risiko
Josua Pardede menekankan bahwa penguatan rupiah tetap membutuhkan kehati-hatian dari pelaku pasar dan investor. Volatilitas bisa meningkat jika data ekonomi AS berbeda dari perkiraan atau jika muncul risiko geopolitik global.
"Investor perlu tetap mengawasi kebijakan moneter AS dan data ekonomi yang akan dirilis, agar dapat menyesuaikan strategi investasi," ujar Josua.
Strategi diversifikasi portofolio menjadi penting, termasuk memantau posisi investasi di mata uang asing, obligasi, dan aset domestik.
Selain itu, pergerakan rupiah yang menguat juga menjadi indikator bahwa investor semakin optimistis terhadap stabilitas ekonomi Indonesia di tengah ekspektasi pelonggaran suku bunga global.
Outlook Rupiah Jangka Menengah
Dalam perspektif jangka menengah, rupiah diproyeksikan tetap menguat atau stabil, selama ekspektasi penurunan suku bunga The Fed terjaga. Faktor domestik seperti kebijakan fiskal, inflasi, dan arus modal juga akan menentukan arah nilai tukar.
Peningkatan ekspektasi pelonggaran suku bunga ini memberikan ruang bagi bank sentral Indonesia untuk tetap menjaga stabilitas moneter, termasuk melalui pengelolaan likuiditas dan intervensi pasar jika diperlukan.
Investor lokal dan asing diimbau tetap memantau kondisi makroekonomi global, terutama rilis data inflasi dan tenaga kerja AS, untuk menyesuaikan keputusan investasi mereka.
Penguatan rupiah pada perdagangan Kamis, 27 November 2025, mencerminkan sensitivitas mata uang domestik terhadap ekspektasi global, khususnya pelonggaran suku bunga The Fed. Sinyal dovish dari bank sentral AS dan data ekonomi yang melambat memberikan sentimen positif bagi nilai tukar rupiah.
Selain berdampak pada stabilitas harga barang dan inflasi, penguatan rupiah juga menunjukkan kepercayaan pasar terhadap fundamental ekonomi Indonesia.
Dengan strategi mitigasi risiko dan pemantauan pasar yang tepat, rupiah diperkirakan akan tetap stabil hingga akhir tahun, mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat.