JAKARTA - Perhutanan sosial kini bukan sekadar program kehutanan, tetapi gerakan strategis nasional yang mengintegrasikan keadilan ekologis, kesejahteraan ekonomi masyarakat, dan pelestarian hutan secara berkelanjutan.
Menteri Kehutanan menegaskan bahwa upaya ini menjadi fondasi bagi pembangunan ekonomi hijau desa dan posisi Indonesia di panggung global.
Perhutanan Sosial sebagai Gerakan Nasional
Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menekankan bahwa perhutanan sosial menjadi agenda strategis untuk memastikan akses kelola hutan yang adil sekaligus membuka peluang ekonomi nyata bagi masyarakat.
“Perhutanan sosial bagi kami adalah gerakan bersama untuk memastikan keadilan akses kelola, membuka peluang ekonomi yang nyata bagi rakyat dan menjaga kelestarian hutan dari generasi ke generasi,” ujarnya.
Raja Antoni menekankan bahwa perhutanan sosial bukan sekadar program teknis, tetapi gerakan perubahan nasional yang menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat sekaligus perlindungan lingkungan.
Upaya ini diharapkan mendorong pembangunan berbasis komunitas, menurunkan tekanan deforestasi, dan menjadi lokomotif ekonomi hijau desa.
Dampak Perhutanan Sosial terhadap Ekonomi Masyarakat
Data Kementerian Kehutanan menunjukkan bahwa program ini telah memberikan akses kelola hutan kepada lebih dari 1 juta kepala keluarga, membentuk 15.852 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), dan menciptakan nilai ekonomi sekitar Rp4 triliun.
Melalui KUPS, masyarakat desa tidak hanya memperoleh akses terhadap sumber daya alam, tetapi juga didorong untuk mengembangkan usaha berbasis kehutanan yang berkelanjutan.
Raja Antoni menekankan bahwa pendampingan intensif bagi KUPS, percepatan akses izin kelola, dan penguatan pasar serta pembiayaan usaha kehutanan rakyat menjadi langkah prioritas pemerintah dalam memperkuat program ini.
Pengakuan Hutan Adat sebagai Pilar Strategis
Menhut menegaskan bahwa pengakuan 1,4 juta hektare hutan adat hingga 2029 menjadi langkah penting untuk memperkuat legalitas dan peran masyarakat hukum adat sebagai penjaga hutan terbaik.
“Hutan adat sangat penting untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Kami berkomitmen merekognisi 1,4 juta hektare hutan adat hingga 2029 sebagai bentuk kepastian hukum bagi masyarakat hukum adat selaku the best guardian of the forest,” kata Raja Antoni.
Pendekatan ini diharapkan tidak hanya melindungi kawasan hutan dari perambahan ilegal, tetapi juga memperkuat kapasitas masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya alam secara produktif dan berkelanjutan.
Strategi Perhutanan Sosial yang Terintegrasi
Selain pengakuan hutan adat, Kemenhut memprioritaskan beberapa langkah strategis:
Digitalisasi layanan untuk percepatan proses izin akses kelola.
Pendampingan intensif KUPS agar usaha kehutanan rakyat dapat berkembang optimal.
Percepatan pasar dan pembiayaan untuk mendukung keberlanjutan usaha berbasis kehutanan.
Pengamanan kawasan hutan dari perambahan ilegal.
Kolaborasi multi-stakeholder dengan pemerintah daerah, swasta, dan organisasi masyarakat sipil.
Dengan langkah-langkah ini, perhutanan sosial diarahkan menjadi lokomotif ekonomi hijau desa sekaligus instrumen penting untuk mencapai target iklim nasional.
Peran Perhutanan Sosial dalam Diplomasi Internasional
Raja Antoni menambahkan bahwa perhutanan sosial juga memperkuat posisi Indonesia di forum-forum internasional.
“Perhutanan sosial menjadi elemen kunci diplomasi Indonesia sebagai negara pemilik hutan tropis terbesar ketiga dunia,” ujarnya.
Program ini menjadi bukti nyata komitmen Indonesia dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), pengurangan emisi FOLU Net Sink 2030, serta agenda perubahan iklim global.
Pendekatan berbasis masyarakat menjadi kekuatan Indonesia dalam menunjukkan bagaimana pembangunan ekonomi dapat selaras dengan kelestarian hutan.
Inovasi dan Keadilan Ekonomi
Perhutanan sosial tidak hanya menekankan aspek ekologi, tetapi juga membuka akses ekonomi yang merata bagi masyarakat desa. Dengan pengelolaan yang tepat, masyarakat tidak hanya menjadi penerima manfaat pasif, tetapi aktif dalam mengembangkan usaha kehutanan yang produktif.
Raja Antoni menegaskan bahwa inovasi seperti profiling kelompok usaha, pendampingan personal, dan penguatan pasar membuat perhutanan sosial menjadi contoh nyata transformasi hijau yang inklusif. Ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu keadilan sosial dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meskipun telah mencatat berbagai pencapaian, Raja Antoni menekankan perlunya penguatan lebih lanjut agar program ini bisa berjalan lebih efektif. Percepatan izin, penguatan kapasitas masyarakat, dan digitalisasi layanan menjadi prioritas.
“Perhutanan sosial bukan sekadar agenda kehutanan, tetapi strategi nasional untuk memastikan keadilan ekologis, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Kami ingin program ini terus berkembang, memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan menjadi contoh pengelolaan hutan berkelanjutan di dunia,” katanya menutup.