Polri Kembangkan Pelayanan Unjuk Rasa Lebih Humanis Adaptif Terukur

Kamis, 27 November 2025 | 10:22:52 WIB
Polri Kembangkan Pelayanan Unjuk Rasa Lebih Humanis Adaptif Terukur

JAKARTA - Polri kini tengah merancang model dan standar baru dalam pelayanan terhadap pengunjuk rasa. 

Langkah ini bertujuan menghadirkan pendekatan yang lebih humanis, profesional, dan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. 

Perubahan dilakukan secara bertahap, berbasis kajian multidisipliner, masukan publik, serta studi komparatif dari praktik internasional.

Wakapolri Komjen Pol Dedi Prasetyo menekankan pentingnya prinsip penghormatan terhadap hak warga negara dalam setiap tindakan kepolisian. 

"Penyampaian pendapat di muka publik adalah hak konstitusional. Karena itu, pelayanan terhadap pengunjuk rasa harus kita rumuskan ulang agar lebih adaptif, humanis, dan tetap menjaga keamanan. Semua harus berbasis kajian, riset, dan masukan masyarakat," ujarnya.

Perumusan Regulasi yang Tepat

Polri menegaskan bahwa penyusunan regulasi baru tidak dilakukan secara tergesa-gesa. Wakapolri menambahkan, seluruh proses melibatkan koalisi masyarakat sipil, akademisi, dan para pakar. 

"Kami tidak ingin membuat aturan secara tergesa-gesa. Semua masukan dari masyarakat sipil, akademisi, serta hasil studi komparatif akan kami rangkum terlebih dahulu. Ini komitmen kami untuk menghasilkan regulasi yang benar-benar tepat," tegasnya.

Rencana studi komparatif ke Inggris pada Januari mendatang bertujuan mempelajari Code of Conduct terkait pengendalian massa. 

Model ini akan terdiri dari lima tahap, mulai analisis awal hingga konsolidasi, dilengkapi aturan "do and don’t" bagi setiap jenjang petugas. Wakapolri menekankan bahwa studi internasional penting untuk memastikan standar pelayanan sejalan praktik global. 

"Studi komparatif di Inggris sangat penting untuk melihat bagaimana best practice diterapkan. Kita ingin memastikan setiap tindakan di lapangan sesuai standar internasional dan tetap menghormati hak masyarakat," jelasnya.

Transformasi Internal Polri

Perubahan tidak hanya pada regulasi, tetapi juga prosedur internal Polri. Sistem pengendalian unjuk rasa yang sebelumnya terdiri dari 38 tahap kini disederhanakan menjadi lima fase lebih terukur. 

Setiap fase diselaraskan dengan enam tahapan penggunaan kekuatan sesuai Perkap No. 1 Tahun 2009 dan standar HAM yang diatur dalam Perkap No. 8 Tahun 2009.

Evaluasi berjenjang menjadi kunci pengawasan internal. Wakapolri menegaskan bahwa setiap komandan wajib melaporkan progres, analisis tindakan, dampak, hingga evaluasi akhir. "Ini menjadi pegangan agar kita bisa memperbaiki diri. Organisasi tidak akan berubah jika manusianya tidak berubah," ujarnya.

Pendekatan berbasis riset juga menjadi prinsip utama dalam setiap pengambilan keputusan. "Perubahan organisasi tidak bisa hanya berbasis pengalaman. Harus ada filsafat ilmu, logika, kajian empiris, dan riset. Kritik, saran, dan koreksi dari masyarakat adalah input penting bagi kami," kata Wakapolri.

Keterlibatan Publik dan Elemen Sipil

Polri secara aktif melibatkan berbagai elemen masyarakat sipil sektor keamanan dalam perumusan model pelayanan. 

Hadir dalam proses ini antara lain Ketua Harian Kompolnas, Koalisi Masyarakat Sipil Sektor Keamanan, Ketua PBHI, Ketua YLBHI, Direktur Imparsial, Direktur Raksa Initiative, anggota KontraS, Direktur Koalisi Perempuan, Direktur HRRWG, Direktur Centra Initiative, serta Direktur Amnesty International Indonesia. Keterlibatan mereka dianggap penting untuk memastikan proses lebih partisipatif, transparan, dan sesuai kebutuhan publik.

Selain itu, Polri mencatat kendala lapangan, seperti keterbatasan alat dan sumber daya di beberapa wilayah. Semua temuan dijadikan masukan untuk memperbaiki SOP, memperkuat koordinasi, serta memastikan pengamanan pengunjuk rasa lebih efisien.

Tujuan Transformasi

Fokus utama dari pembaruan ini adalah menghadirkan pelayanan publik yang adaptif dan responsif. Wakapolri menegaskan bahwa setiap inovasi dan kebijakan diarahkan untuk memberi dampak langsung kepada masyarakat. 

"Kami ingin memastikan bahwa pelayanan publik, khususnya pengamanan unjuk rasa, benar-benar responsif, adaptif, dan berdampak langsung bagi masyarakat. Inilah semangat transformasi yang diamanatkan Bapak Kapolri," ujarnya.

Dengan pendekatan ini, Polri berupaya menyelaraskan keamanan dan penghormatan hak warga negara. Proses berbasis kajian ilmiah dan masukan publik diharapkan mampu menciptakan standar pelayanan pengunjuk rasa yang profesional, transparan, dan manusiawi.

Transformasi ini juga menandakan komitmen Polri untuk terus berkembang mengikuti praktik internasional, sekaligus menjawab dinamika sosial di Indonesia. Pendekatan adaptif, humanis, dan berbasis riset menjadi fondasi bagi Polri dalam menjalankan tugas pengamanan unjuk rasa ke depan.

Terkini