Pemuda Jember Didorong Jadi Petani Kopi Berbasis Nilai Tambah

Rabu, 26 November 2025 | 09:04:16 WIB
Pemuda Jember Didorong Jadi Petani Kopi Berbasis Nilai Tambah

JAKARTA - Bale Kopi Gucialit di Lumajang, Jawa Timur, bukan sekadar tempat produksi kopi. 

Tempat ini juga menjadi sarana meningkatkan kesejahteraan petani dan membuka peluang bagi pemuda desa yang sebelumnya menganggur. 

Pendiri dan pengelola Bale Kopi Gucialit, Nur Kholifah, memperkenalkan program ‘Nabung Kopi’, yang menampung kopi petani untuk diolah hingga menjadi produk siap pasar.

“Kopi yang baru petik dijual glondongan,” ujar Nur Kholifah. 

Dengan program ini, nilai ekonomi kopi meningkat, sehingga pendapatan petani naik sekitar 15 persen. Saat ini, 13 petani bergabung, dan beberapa bahkan menabung hingga Rp 40 juta dalam setahun.

Nur menambahkan, program ini juga menciptakan peluang kerja baru. “Kami memberikan keterampilan terkait pengolahan kopi kepada pemuda pengangguran di desa. Banyak yang sebelumnya tidak menghasilkan pendapatan, kini bisa menghasilkan,” katanya.

Sekolah Kopi Raisa Dorong Inovasi dan Kualitas

Ali Badrudin, pendiri Sekolah Kopi Raisa Bondowoso dan akademisi Universitas Jember, menegaskan, pendampingan selama tiga tahun (2021–2024) berhasil meningkatkan keterlibatan tenaga kerja dan pendapatan petani. 

“Dari yang sebelumnya sebatas tenaga sortir, kini mereka juga terlibat dalam pemangkasan dan proses lainnya,” ujar Ali.

Harga kopi robusta, menurutnya, melonjak dari Rp 20 ribu menjadi Rp 80 ribu per kilogram. Ali menekankan, di kalangan pemuda desa muncul gairah untuk kembali ke kebun kopi. 

Cerita ini sejalan dengan komitmen Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Universitas Jember, dan Pemerintah Kabupaten Jember untuk menjadikan kopi sebagai instrumen pengentasan kemiskinan.

Seminar Nasional Dorong Strategi Industrialisasi Kopi

Komitmen pengembangan kopi berbasis nilai tambah desa dibahas dalam Seminar Nasional dan Temu Usaha bertema “Industrialisasi Kopi dan Pengentasan Kemiskinan”, di Auditorium Universitas Jember. Seminar ini menghadirkan pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan komunitas petani.

Wakil Kepala BP Taskin, Iwan Sumule, membawakan keynote mengenai strategi industrialisasi kopi. Bupati Jember, Muhammad Fawait, memaparkan arah pengembangan kopi dan kebijakan pengentasan kemiskinan ekstrem di Kabupaten Jember. 

Wakil Rektor Universitas Jember, Bambang Kuswandi, menekankan pentingnya sinergi perguruan tinggi, pemerintah, dan pelaku kopi untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Industrialisasi Kopi Berbasis Desa

Iwan Sumule menegaskan, pengembangan kopi harus memberikan nilai tambah di desa. “Kita harus membalik struktur pasar yang selama ini menempatkan desa hanya sebagai pemasok bahan mentah. Industrialisasi kopi berbasis desa harus menjadi jalan baru, nilai tambahnya harus tinggal di desa, mulai dari pencucian, sangrai, pengemasan, hingga branding,” ujarnya.

Dengan begitu, petani memperoleh porsi layak, dan kopi menjadi alat pengentasan kemiskinan di Jember dan Tapal Kuda.

Potensi dan Tantangan Kopi Jember

Bupati Jember, Muhammad Fawait, menyoroti ironi wilayah agraris dengan kantong kemiskinan tinggi. Pemerintah mendorong hutan sosial untuk memanfaatkan lebih dari 41 ribu hektare lahan, yang dapat mengangkat setidaknya 41 ribu rumah tangga dari kemiskinan. 

“Ini bagian dari upaya kita menuju zero miskin ekstrem di tahun 2029 dan menjadikan Jember surga kopi Nusantara,” jelas Fawait.

Kepala LP2M Universitas Jember, Yuli Witono, menekankan bahwa tantangan terbesar masih di hulu, di mana sebagian kebun kopi rakyat tertinggal dalam inovasi. 

Banyak tanaman kopi sudah berumur 40–50 tahun, dan kualitas kopi petani masih rendah. Padahal, tren global sudah bergerak ke specialty coffee dan fermentasi inovatif.

Nilai Tambah Kopi dan Pemberdayaan Petani

Yuli menambahkan, jika inovasi di hulu tidak diperkuat, industri hilir yang berkembang pesat tidak akan memberi manfaat maksimal bagi petani. “Kopi menyimpan potensi kuat sebagai instrumen nyata pengentasan kemiskinan, asalkan nilai tambahnya benar-benar kembali ke desa,” ujarnya.

Contohnya, di Sidomulyo, robusta rakyat kini naik kelas hingga kategori fine-robusta. Begitu pula Kopi Raisa awalnya produk desa biasa, kini memiliki standar cita rasa dan identitas. Hasilnya, posisi tawar petani meningkat, pendapatan bertambah, dan desa mulai keluar dari lingkaran kemiskinan.

Kampus Mendukung Agroindustri Berkelanjutan

Bambang Kuswandi menegaskan, Universitas Jember berkomitmen menguatkan agroindustri berkelanjutan sebagai fondasi kebijakan kampus. Pendampingan dilakukan secara konsisten, misalnya di Sidomulyo untuk koperasi petani kopi dan di Bondowoso untuk Sekolah Kopi Raisa.

“Kami bahkan menyiapkan ‘pesantren kopi’ agar santri memiliki keterampilan pengolahan kopi. Intinya, kampus ini ingin berdampak nyata bagi petani dan masyarakat,” katanya.

Menurut Bambang, kerja sama lintas sektor harus memastikan dampak benar-benar dirasakan petani. Dengan pendampingan yang tepat, angka kemiskinan di kalangan petani kopi bisa ditekan signifikan.

Sinergi Lintas Sektor Untuk Kopi dan Kemiskinan

Hadir pula narasumber seperti Sekolah Kopi RAISA M. Saleh, Kopi Roeli Nurul Iksan, Kepala Puslit Koka Dini Artika Sari, Direktur KDMP Sidomulyo, GM Kapal Api Global Roby Wibisono, dan Bale Kopi Gucialit Nur Kholifah. 

Semua menyampaikan perspektif mulai dari kebijakan pusat dan daerah, riset akademik, inovasi pemberdayaan, hingga rantai nilai industri kopi nasional.

Dengan kolaborasi ini, kopi diharapkan tidak sekadar komoditas, tetapi instrumen nyata pengentasan kemiskinan, meningkatkan pendapatan petani, serta mendorong pemuda desa kembali aktif menjadi petani kopi.

Terkini