JAKARTA - Indonesia tengah berada di persimpangan strategis dalam pengembangan industri kendaraan listrik (EV).
Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, pemerintah menekankan pentingnya memaksimalkan nilai tambah dari sumber daya ini melalui hilirisasi yang berkelanjutan. Salah satu inovasi utama adalah penerapan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk mengolah bijih nikel limonit berkadar rendah.
Teknologi HPAL memungkinkan pemanfaatan bijih yang sebelumnya kurang ekonomis jika diolah dengan metode tradisional seperti Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF).
Dengan demikian, limonit yang memiliki kadar nikel 0,8–1,5 persen bisa diolah menjadi bahan baku penting untuk baterai kendaraan listrik, sekaligus mendukung target Net Zero Emissions (NZE) karena intensitas karbon yang lebih rendah dibandingkan peleburan konvensional.
Pentingnya Nikel untuk Kendaraan Listrik
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan Indonesia mampu memproduksi 13 juta kendaraan listrik dalam beberapa tahun ke depan. Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan 59 ribu ton nikel limonit, yang hanya dapat diolah melalui HPAL.
Perhitungan kebutuhan baterai menunjukkan, per kilowatt hour (kWh) baterai EV memerlukan 0,7 kg nikel limonit, 0,096 kg mangan, dan 0,096 kg kobalt. Dari jumlah ini, sekitar 93 persen bahan baku tersedia di Indonesia, sedangkan 7 persen lainnya, yaitu lithium, perlu diimpor.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), Setia Diarta, menekankan bahwa hilirisasi nikel harus mencakup daur ulang baterai, sehingga rantai pasok kendaraan listrik bisa mandiri dan kompetitif secara global.
Pemerintah menargetkan dalam dua tahun ke depan, produksi baterai berbasis nikel bisa mulai berjalan.
Mekanisme Kerja Teknologi HPAL
HPAL bekerja dengan melarutkan bijih nikel menggunakan asam pada suhu tinggi. Proses ini memisahkan logam strategis seperti nikel dan kobalt, yang kemudian diolah menjadi produk antara atau bahan baku untuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan Mixed Sulphide Precipitate (MSP).
Produk ini menjadi komponen penting dalam rantai pasok baterai EV, termasuk jenis nickel-manganese-cobalt (NMC). Dengan memanfaatkan bijih limonit, HPAL meningkatkan efisiensi sumber daya nasional dan menambah nilai tambah dari cadangan nikel yang sebelumnya kurang dimanfaatkan.
Keunggulan HPAL Dibanding RKEF
Berbeda dengan RKEF yang mengolah bijih saprolit berkadar tinggi, HPAL dapat mengoptimalkan cadangan limonit yang melimpah. Teknologi ini memungkinkan produksi bahan baku baterai secara lebih efisien, sekaligus menekan emisi karbon.
Menurut pemerintah, adopsi HPAL menjadi langkah strategis untuk menggabungkan pertumbuhan industri dengan target keberlanjutan. Dengan kebutuhan nikel yang terus meningkat di pasar global, teknologi ini diproyeksikan memainkan peran krusial dalam pengembangan kendaraan listrik nasional.
Peran BUMN dalam Transformasi Nikel
PT Vale Indonesia, melalui holding BUMN MIND ID, tengah mengembangkan fasilitas HPAL di Sorowako. Corporate Secretary MIND ID, Pria Utama, menyebut HPAL sebagai teknologi mutakhir untuk bijih nikel berkadar rendah, sekaligus mengurangi emisi dari proses produksi.
Vale menargetkan pendanaan eksternal sebesar 1–1,2 miliar dolar AS hingga 2027, yang akan digunakan untuk pembangunan fasilitas HPAL dan pengembangan tiga proyek tambang nikel di Bahodopi, Pomalaa, dan Sorowako.
Pendanaan awal sebesar 500 juta dolar AS diperoleh melalui pinjaman bank pada 2026, sementara sisanya akan dihimpun melalui obligasi pada 2027.
Kolaborasi Strategis dan Jadwal Produksi
Proyek HPAL Pomalaa dikembangkan bersama Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd dan Ford Motor Co, dengan target rampung pada kuartal IV 2026. Di Bahodopi, Vale bekerja sama dengan GEM Co., Ltd, sementara di Sorowako menjajaki calon mitra baru.
Ketiga proyek tambang nikel ini ditargetkan mulai berproduksi bertahap, dimulai dari Bahodopi tahun ini, Pomalaa 2026, dan Sorowako menyusul. Pengembangan fasilitas HPAL dipandang sebagai penanda era baru transformasi industri nikel yang lebih mengutamakan nilai tambah dan keberlanjutan.
Harapan dan Dampak Industri
Pengembangan teknologi HPAL membuka peluang Indonesia untuk menjadi produsen baterai EV yang mandiri. Dengan mengoptimalkan limonit, negara tidak hanya menambah nilai cadangan nikel tetapi juga mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku.
BUMN seperti MIND ID memanfaatkan teknologi ini untuk memperkuat posisi Indonesia di pasar global, sekaligus menekan emisi karbon dari proses pengolahan nikel. Transformasi ini diyakini menjadi langkah awal menuju ekosistem kendaraan listrik yang mandiri, berkelanjutan, dan kompetitif.
Dengan cadangan nikel terbesar di dunia dan teknologi HPAL yang ramah lingkungan, Indonesia memiliki peluang strategis untuk menjadi pemain utama dalam industri kendaraan listrik global. Inovasi ini memungkinkan pemanfaatan bijih berkadar rendah, peningkatan nilai tambah nasional, dan penguatan rantai pasok baterai EV.
Kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan mitra strategis menjadi kunci sukses transformasi ini. Dengan target produksi kendaraan listrik dan baterai yang ambisius, era baru pengolahan nikel Indonesia diproyeksikan lebih efisien, berkelanjutan, dan berorientasi pada nilai tambah bagi seluruh bangsa.