JAKARTA - Dorongan pemerintah untuk mengembalikan fungsi kawasan berikat sebagai pendorong ekspor kini memasuki tahap kebijakan yang lebih tegas.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di bawah kepemimpinan Purbaya Yudhi Sadewa tengah merumuskan perubahan besar terkait batas distribusi hasil produksi dari kawasan berikat ke pasar domestik.
Rencana ini memotong kuota penjualan domestik tersebut dari sebelumnya 50% menjadi hanya 25%, sebuah langkah yang dinilai penting untuk menguatkan kembali orientasi ekspor yang selama ini menjadi tujuan utama kawasan berikat.
Perubahan kebijakan itu disampaikan secara langsung oleh Direktur Jenderal Bea Cukai, Djaka Budhi Utama, dalam rapat bersama Komisi XI DPR di Jakarta.
Menurut Djaka, pengetatan kuota ini selaras dengan upaya pemerintah memperkuat kontribusi sektor manufaktur terhadap ekspor nasional, sekaligus mengurangi kecenderungan pelaku industri yang justru lebih banyak menyalurkan hasil produksi ke pasar domestik.
Penurunan Kuota untuk Mengembalikan Fungsi Kawasan Berikat
Dalam rapat tersebut, Djaka menjelaskan bahwa perubahan kuota ini merupakan bagian dari revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2018 tentang Kawasan Berikat. Revisi tersebut ditargetkan selesai pada akhir November 2025.
Ia menegaskan:
"Di kawasan berikat, [kami berencana] untuk memperkecil kuota dari 50% ke 25% untuk mengembalikan ke marwah awalnya, yakni fokus kepada ekspor," ujar Djaka.
Kawasan berikat sejak awal dirancang sebagai fasilitas fiskal dan non-fiskal untuk mendorong ekspor melalui berbagai insentif, termasuk keringanan bea masuk dan kemudahan perizinan.
Namun, dalam praktiknya, sebagian pelaku usaha memaksimalkan peluang penjualan domestik hingga batas yang diizinkan, yakni 50% dari total hasil produksi tahun sebelumnya. Kondisi ini dianggap telah menggeser orientasi kawasan berikat dari fungsi utamanya.
Dengan penurunan kuota menjadi 25%, para produsen diharapkan bisa mengalokasikan proporsi produksi yang lebih besar untuk pasar luar negeri. Kebijakan ini sekaligus membentuk ulang struktur insentif agar lebih sejalan dengan tujuan memperkuat ekspor nasional.
Makna Kuota dalam Aturan Kawasan Berikat
Dalam beleid PMK yang berlaku saat ini, kuota pengeluaran hasil produksi kawasan berikat ke pasar domestik dihitung berdasarkan total realisasi tahun sebelumnya. Komponen perhitungan tersebut mencakup:
total nilai ekspor,
nilai penjualan hasil produksi ke kawasan berikat lainnya,
nilai produksi ke kawasan bebas, dan
nilai penjualan ke kawasan ekonomi lain yang ditetapkan pemerintah.
Aturan inilah yang menetapkan bahwa perusahaan dapat mendistribusikan hingga 50% hasil produksinya ke pasar domestik atau TLDDP (Tempat Lain Dalam Daerah Pabean). Dengan revisi yang tengah disusun, persentase maksimal itu akan dipangkas setengahnya.
Penurunan batasan ini diperkirakan berdampak langsung pada struktur produksi perusahaan. Pelaku industri yang sebelumnya mengandalkan sebagian besar penjualan dalam negeri dari fasilitas kawasan berikat harus menyesuaikan strategi kembali ke orientasi ekspor, baik melalui peningkatan kapasitas, diversifikasi pasar, maupun perluasan jaringan perdagangan internasional.
Proses Harmonisasi Regulasi dengan Kementerian Hukum
Djaka menjelaskan bahwa revisi PMK tersebut saat ini sudah memasuki tahap harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM. Ia menyebut proses ini dijadwalkan selesai pada akhir tahun 2025. Dengan demikian, implementasi aturan baru diharapkan dapat segera berlaku setelah seluruh tahapan penyusunan regulasi rampung.
Ia menambahkan:
"Saat ini, perubahan PMK 181 tersebut sedang dalam proses harmonisasi dengan Kementerian Hukum yang dijadwalkan selesai pada November atau akhir tahun ini," tutur Djaka.
Meski pada pernyataannya tertulis PMK 181, konteks dalam rapat tersebut merujuk pada revisi PMK 131 Tahun 2018 tentang Kawasan Berikat. Proses harmonisasi menjadi tahap penting agar aturan baru memiliki landasan hukum yang kuat dan sinkron dengan regulasi lain.
Arah Kebijakan Ekspor dan Penguatan Industri Nasional
Kebijakan pemangkasan kuota ini tidak berdiri sendiri. Pemerintah, melalui Bea Cukai dan sejumlah kementerian, juga sedang menata ulang aspek pengawasan, jenis fasilitas, dan mekanisme kontrol untuk memastikan kawasan berikat tetap menjadi instrumen pendorong ekspor yang efektif.
Perubahan ini berlangsung seiring meningkatnya perhatian pemerintah terhadap isu praktik nakal dalam ekspor dan impor, yang sebelumnya sempat terungkap dalam berbagai laporan dan evaluasi.
Beberapa waktu terakhir, pembahasan mengenai pemotongan kuota domestik juga berkaitan dengan upaya menekan praktik pengalihan barang yang tidak sesuai ketentuan. Kebijakan baru ini sekaligus memperkecil ruang distorsi yang berpotensi mengganggu persaingan industri di pasar domestik.
Kinerja Ekspor Nasional Mengalami Pertumbuhan Positif
Untuk melengkapi arah kebijakan tersebut, data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor nasional masih mencatatkan pertumbuhan yang cukup baik. Pada periode Januari–September tahun ini, total nilai ekspor mencapai US$209,8 miliar, tumbuh 8,14% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ini menjadi landasan optimisme bahwa pengetatan kuota domestik bagi kawasan berikat dapat semakin mendorong kinerja ekspor, terutama jika fasilitas dan insentif yang tersedia benar-benar digunakan untuk memperkuat kapasitas perusahaan dalam bersaing di pasar global.
Reorientasi Kebijakan Kawasan Berikat
Dengan rencana pemangkasan kuota ini, pemerintah secara tegas mengembalikan kawasan berikat pada fungsi awalnya. Pendekatan tersebut diharapkan mampu mengurangi ketergantungan produsen terhadap pasar domestik dan mengalihkan lebih banyak produksi ke pasar ekspor.